Terinspirasi oleh ramainya tanggapan status di Facebook terbitan, Selasa 27 September 2011. Yaitu tentang manisnya nikah sebagi
solusi paling ampuh mengatasi segudang masalah. Maka saya merasa perlu
mengembangkannya di sini untuk diambil hikmah dan pelajaran bagi semua
yang tertarik untuk menggali lebih jauh. Ketika nikah bukan sekedar jadi
suami-istri agar beranak-bercucu serta meningkatkan status sosial.
Lebih sip lagi jika Anda turut andil menambahkan dan atau mengoreksi isi blog ini agar mencapai manfaat sebanyak mungkin.
Berikut ini saya kutip bunyi status tsb:
*****
“Percaya atau tidak: Salah satu solusi paling ampuh dan penuh berkah adalah NIKAH. Sesederhana apapun ritualnya.
Percaya atau tidak: Serumit dan sedahsyat apapun masalah
bergulung- gulung dapat balik arah. Segalanya jadi mudah. Rejeki
mengalir deras dari segala arah.
Percaya atau tidak: menunda-nunda NIKAH bisa jadi
menenggelamkan daftar kisah-kisah indah. Akibat diganduli ruwet tradisi
dan rewel gengsi.
Ragile, 27sep2011″
*****
Selanjutnya ijinkan saya melanjutkan lebih jauh akan maksud dan tutjuan
status Facebook saya tsb, semua berdasarkan pengalaman dan pengamatan
pribadi sebagi lelaki dalam usiaku kini 51 tahun, sbb:-
A. Solusi Ampuh Mengatasi Masalah
Entah kebetulan atau kehendak Allah, sebuah pernikahan mampu melahirkan
iklim dan suasana baru yang mengubah nasib dan peruntungan dalam
menjalani kehidupan. Sebagai sorang muslim saya percaya betul bahwa
pernikahan membawa berkah jika:
1) berniat kuat untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis, bahagia, dan permanen,
2) mengutamakan kesakralan pernikahan,
3) tidak menghamburkan uang untuk pesta pernikahan,
4) diselenggarakan selekasnya jika kedua pihak sudah siap secara fisik dan mental,
5) ingat bahwa bagi muslim adalah anjuran kuat untuk nikah sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.
Pengalaman dan pengamatan pribadi saya menunjukkan bahwa sebuah
pernikahan menjadi titik awal sekaligus titik balik untuk menuju bahtera
kehidupan penuh berkah. Dalam artian bahwa segala kekurangan di masa
sebelum nikah bisa jadi terpenuhi secara menakjubkan. Kadang misterius.
Tidak masuk akal. Namun nyata.
Pada saat yang sama hadirnya keberkahan menggusur masalah-masalah rumit
yang tiba-tiba selesai begitu saja seakan kelar tanpa upaya. Namun
kejadian ini hanya bisa diyakini dan dibuktikan ketika mengalami sendiri
dan atau mengamati pasangan suami-istri baru yang mampu memperbaiki
kualitas kehidupan dalam tempo segera.
B. Mengubah Musibah Menjadi Berkah
Adalah lumrah jika ketakutan menghantui calon pengantin untuk segera
mengikatkan diri. Biasanya merasa belum cukup untuk nafkah padahal takut
tidak mampu hemat anggaran belanja. Biasanya takut pesta pernikahan
tidak mengesankan para undangan, padahal yang penting adalah perjalanan
bahtera rumah tangga ke depan. Biasanya dipersulit oleh tradisi ritual
nikah yang memakan banyak biaya, padahal ritual inti nikah (ijab-kabul)
sudahlah cukup. Biasanya terdorong menampung kemauan pihak luar agar
acara pernikahan dilengkapi dengan ini-itu sekomplit mungkin agar gengsi
menanjak, padhal bisa jadi habis nikah terlilit hutang yang jadi bibit
ketegangan.
Ketakutan-ketakutan yang melanda seperti di atas tanpa disadari telah
mewujud jadi musibah pribadi-pribadi yang terlibat dalam persiapan
pernikahan. Semakin lama menunda nikah semakin bergolak, sirna
kepastian, berganti menjadi ketegangan antar calon mempelai dan antar
calon besan.
Percaya atau tidak: untuk menghentikan semua itu solusinya sangat
sederhana yaitu segera nikah. Bila perlu apa adanya, sesederhana
mungkin. Percaya atau tidak: keajaiban mudah datang. Segalanya jadi
mudah, rejeki mengalir deras dari segala arah. Masalah rumit terkikis
dengan sendirinya.
C. Menghentikan Benih-Benih Masalah
Adalah benar bahwa tidak elok menikah hanya karena sudah cukup umur.
Namun adalah benar juga jika asyik jadi bujangan “tau-tau” kebablasan
termakan usia. Dan adalah benar juga belum komplit hidup ini tanpa
pendamping suami/istri sebagai pasangan hidup yang berfungsi saling
mengisi agar meraih kualitas kehidupan yang lebih produktif, lebih
ceria, lebih bahagia, lebih mampu berbagi rasa dan berbagi tanggung
jawab.
Percaya atau tidak: menunda-nunda nikah bisa jadi melahirkan program
“swasembada masalah”. Di mana bibit-bibit masalah tumbuh lalu mengepung
dari segala arah. Yaitu ketika usia Anda dan kemampuan minimal Anda
sudah cukup untuk menikah dengan si dia yang terkasih. Bibit-bibit
masalah antara lain: dikejar usia, dipertanyakan komitmen cintanya,
boros anggaran belanja, kurang percaya diri dalam pergaulan, dan khusus
perempuan adalah kurang disegani oleh keluarga.
Sebagai lelaki, berusia 51 tahun dan pernah nikah dua kali, saya
anjurkan agar semua pihak tidak mempersulit pasangan yang sudah siap
nikah. Sudah saatnya kita kaji kembali rintangan birokratis, tradisi
yang bertele-tele, dan budaya hura-hura resepsi pernikahan. Sebab sudah
banyak contoh dalam hubungan biaya nikah dan jumlah undangan. Ratusan
juta amblas , baru beberapa bulan mau cerai. Ribuan hadirin diundang,
rumah tangga bubar jalan bulan depan. Semua orang menyambut baik
pengantin baru, usai bulan madu lempar-lemparan sepatu.
Ngenesnya pihak perempuan dalam budaya kita selalu dalam posisi
menunggu, bertahan, melayani. Apa boleh buat karena hanya bisa dilamar,
diminta jadi istri, diwajibkan melahirkan anak. Plus kudu menyusui. Plus
lagi selalu ditakar usia suburnya. Hukum sosial kita pun menempatkan
perempaun dalam posisi tersangka bersalah jika terjadi keretakan rumah
tangga. Maka semestinya masyarakat lebih mengutamakan perempuan agar
lekas nikah jika sudah siap. Pada saat yang sama jangan banyak menuntut
pihak lelaki untuk terlebih dahulu memiliki ini-itu sebagai syarat agar
jadi calon menantu.
Sebagai muslim saya ingat dulu jaman nabi nikah diselenggarakan secara
khidmat dan sederhana. Tapi anehnya koq jaman ini, misalnya di Saudi
Arabia, jangan harap bisa memperistri perempuan asli Saudi jika calon
suami tidak mampu beri mahar minimal setara 500 juta Rupiah. Di
Indonesia sudah umum bahwa meriahnya pesta pernikahan seakan jadi ukuran
baku akan kebahagiaan rumah tangga ke depan. Jika terjadi penyimpangan
karena belum boleh nikah atau telat nikah, siapa yang salah?
Sumber : http//http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/28/kapan-nikah-membawa-berkah-jadi-solusi-segudang-masalah-398916.html
0 komentar:
Posting Komentar